Selasa, 17 Februari 2015

Makalah Sejarah Indonesia - Pengaruh Peradaban Dunia Terhadap Peradaban Awal Masyarakat Di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan daerah Yunan di sekitar hulu sungai salween dan sungai mekhong untuk mencari permukiman baru di Nusantara. Penyebab migrasi itu diperkirakan karena bencana alam dan serangan suku bangsa lain.
Nenek moyang bangsa Indonesia termasuk dalam rumpun Austronesia. Mereka menetap di Nusantara sehingga disebut bangsa melayu Indonesia. Perpidahan dari Yunan ke Nusantara dilakukan dalam dua gelombang pada masa perpindahan gelombang kedua tersebut beberapa kebuayaan yang dianggap lebih maju dikembangkan di Nusantara. Kebudayaan yang dikembangkan dan bersentuhan dengan kebudayaan asli Indonesia, akan dibahas dalam makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses masuknya peradaban awal di Indonesia?
2.      Bagaimana pengaruh kebudayaan Bascon-Hoabinh di Indonesia?
3.      Bagaimaan pengaruh kebudayaan Dongson di Indonesia?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui proses masuknya peradaban awal di Indonesia.
2.      Mengetahui pengaruh kebudayaan Bascon-Hoabinh di Indonesia.
3.      Mengetahui pengaruh kebudyaan Dongson di Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN

A.   Masuknya Peradaban  Awal ke Indonesia
Menurut von heine geldern bahwa, sejak tahun 2000 SM yang bersamaan dengan zaman neolitikum sampai dengan tahun 500 SM yang bersamaan dengan zaman perunggu mengalirlah gelombang perpindahan penduduk dari asia ke pulau-pulau di sebelah selatan daratan asia.
Perpindahan penduduk gelombang kedua terjadi pada tahun 400-300 SM bersamaan dengan zaman perunggu (kebudayaan dong son).
Bangsa melayu di bagi menjadi dua suku :
1.      Bangsa melayu tua
·         Termasuk orang-orang Austronesia.
·         Sekitar tahun 1500 m.
·         Melalui  dua jalur, yakni jalur barat (malaysia-sumatera) dan jalur utara/timur (filipina-sulawesi).
·         Kebudayaan batu baru (neolitikum), contohnya kapak persegi (disebarkan melalui jalur barat) dan kapak lonjong (disebarkan melalui jalur timur).
·         Suku bangsa Indonesia yang termasuk keturunan bangsa melayu tua yaitu, suku dayak  dan suku toraja, batak dan papua.

2.      Bangsa melayu muda (deutro melayu)
·         Sekitar antara tahun 400-300 sm
·         Melalui jalur barat rutenya dari Yunan (teluk tonkin), vietnam,   semenanjung malaya, sumatera, akhirnya sampai di Nusantara.
·         Hasil kebudayaan : kapak corong, kapak sepatu, nekara,
·         Selain itu dikembangkan juga kebudayaan megalitikum yakni, menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu dan punden berundak.
·         Suku bangsa Indonesia yang termasuk bangsa deutro melayu adalah suku jawa, melayu dan bugis.

B.    Kebudayaan Bacson-Hoabinh
1.      Sejarah Awal Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Kebudayaan Bacson-Hoabinh diperkirakan berasal dari tahun 10.000 SM-4000 SM, kira-kira tahun 7000 SM.  Kebudayaan ini berlangsung pada kala Holosen. Awalnya masyarakat Bacson-Hoabinh hanya menggunakan alat dari gerabah yang sederhana berupa serpihan-serpihan batu tetapi pada tahun 600 SM mengalami perubahan dalam bentuk batu-batu yang menyerupai kapak yang berfungsi sebagai alat pemotong. Ciri khas alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran ± 1 kepalan dan seringkali seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam. Hasil penyerpihannya itu menunjukkan berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat, segitiga dan beberapa di antaranya ada yang mempunyai bentuk berpinggang. Alat-alat dari tulang dan sisa-sisa tulang belulang manusia dikuburkan dalam posisi terlipat serta ditaburi zat warna merah. Kebudayaan Bacson-Hoabinh ini diperkirakan berkembang pada zaman Mesolitikum.
Pusat kebudayaan zaman Mesolitikum di Asia berada di dua tempat yaitu di Bacson dan Hoabinh. Kedua tempat tersebut berada di wilayah Tonkin di Indocina (Vietnam). Istilah Bacson Hoabinh pertama kali digunakan oleh arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani pada tahun 1920-an. Nama tersebut untuk menunjukkan tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya. 
2.      Penyebaran Kebudayaan Bacson-Hoabinh ke Indonesia
Penyebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia melalui jalan barat dan jalan timur (utara). Mereka datang di Nusantara dengan perahu bercadik dan tinggal di pantai timur Sumatra dan Jawa, namun mereka terdesak oleh ras Melayu yang datang kemudian. Akhirnya, mereka menyingkir ke wilayah Indonesia Timur dan dikenal sebagai ras Papua yang pada masa itu sedang berlangsung budaya Mesolitikum sehingga pendukung budaya Mesolitikum adalah Papua Melanesoid. Ras Papua ini hidup dan tinggal di gua-gua (abris sous roche) dan meninggalkan bukit-bukit kerang atau sampah dapur (kjokkenmoddinger). Ras Papua Melanesoid sampai di Nusantara pada zaman Holosen. Saat itu keadaan bumi kita sudah layak dihuni sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi kehidupan manusia.
Banyak benda-benda peralatan budaya dari batu yang berhasil dikumpulkan oleh para ahli dari bukit sampah kerang di Sumatera. Sebagian besar dari peralatan yang berhasil ditemukan berupa alat-alat batu yang diserpih  pada satu sisi dengan lonjong atau bulat lonjong.
Pada daerah Jawa, alat-alat kebudayaan batu sejenis dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh berhasil ditemukan di daerah Lembah Sungai Bengawan Solo. Penemuan alat-alat dari batu ini dilakukan ketika penggalian untuk menemukan fosil-fosil (tulang belulang) manusia purba. Peralatan batu yang berhasil ditemukan memiliki usia jauh lebih tua dari peralatan batu yang ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang di Sumatera. Hal ini terlihat dari cara pembuatannya. Peralatan batu yang berhasil ditemukan di daerah Lembah Sungai Bengawan Solo (Jawa) dibuat dengan cara sangat sederhana dan belum diserpih atau diasah. Dimana batu kali yang dibelah langsung digunakannya dengan cara menggenggam. Bahkan menurut Von Koenigswald (1935-1941), peralatan dari batu itu digunakan oleh manusia purba di Indonesia sejenis Pithecanthropus erectus. Dan juga berdasarkan penelitiannya, peralatan-peralatan dari batu itu berasal dari daerah Hoabinh.
Di daerah Cabbenge (Sulawesi Selatan) berhasil ditemukan alat-alat batu yang berasal dari kala Pleistosen dan Holosen. Penggalian dalam upaya untuk menemukan alat- alat dari batu juga dilakukan di daerah pedalaman sekitar Maros. Sehingga dari beberapa tempat penggalian, berhasil menemukan alat-alat dari batu termasuk alat serpih berpunggung dan mikrolit yang dikenal dengan Toalian. Alat-alat batu Toalian diperkirakan berasal dari 7000 tahun lalu. Perkembangan peralatan dari batu dari daerah Maros ini diperkirakan kemunculannya bertumpang tindih dengan munculnya tembikar di kawasan itu.
Di samping daerah-daerah tersebut di atas, peralatan batu kebudayaan Bacson-Hoabinh juga berhasil ditemukan pada daerah-daerah seperti daerah pedalaman Semenanjung Minahasa (Sulawesi Utara), Flores, Maluku Utara dan daerah-daerah lain di Indonesia.



3.      Hasil-hasil Kebudayaan Bacson-Hoabinh di Indonesia
a)      Kapak Genggam
Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatera.
b)     Kapak Dari Tulang dan Tanduk 
Di sekitar daerah Nganding dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun (Jawa Timur) ditemukan kapak genggam dan alat-alat dari tulang dan tanduk. Alat-alat dari tulang tersebut bentuknya ada yang seperti belati dan ujung tombak yang bergerigi pada sisinya. Adapun fungsi darialat-alat tersebut adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, serta menangkapikan.
c)      Flakes
Flakes berupa alat alat kecil terbuat dari batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih. Flakes selain terbuat dari batu biasa juga ada yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti calsedon.
Flakes mempunyai fungsi sebagai alat untuk menguliti hewan buruannya, mengiris daging atau memotong umbi-umbian. Jadi fungsinya seperti pisau pada masa sekarang. Selain ditemukan di Sangiran flakes ditemukan di daerah-daerah lain seperti Pacitan, Gombong, Parigi, Jampang Kulon, Ngandong (Jawa), Lahat (Sumatera), Batturing (Sumbawa), Cabbenge (Sulawesi),Wangka, Soa, Mangeruda (Flores).
d)     Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger adalah bukit-bukit sampah kerang yang berdiameter sampai 100 meter dengan kedalaman 10 meter. Peninggalan ini ditemukan di Sumatra. Lapisan kerang tersebut diselang-selingi dengan tanah dan abu. Tempat penemuan bukit kerang ini pada daerah dengan ketinggian yang hampir sama dengan permukaan air laut sekarang dan pada kala Holosen daerah tersebut merupakan garis pantai. Namun, ada beberapa tempat penemuan yang pada saat sekarang telah berada di bawah permukaan laut. Tetapi, kebanyakan tempat-tempat penemuan alat-alat dari batu di sepanjang pantai telah terkubur di bawah endapan tanah, sebagai akibat terjadinya proses pengendapan yang berlangsung selama beberapa millennium yang baru.
Kebudayaan Bacson - Hoabinh yang terdiri dari pebble, kapak pendek serta alat-alat dari tulang masuk ke Indonesia melalui jalur barat. Sedangkan kebudayaan yang terdiri dari flakes masuk ke Indonesia melalui jalur timur.
4.      Pengaruh Kebudayaan Bacson-Hoabinh pada Kebudayaan Indonesia
Pengaruh budaya Bacson-Hoabinh terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan Indonesia merupakan suatu budaya besar yang memiliki situs-situs temuan diseluruh daratan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pengaruh utama budaya Hoabihn terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan Indonesia adalah berkaitan dengan tradisi pembuatan alat terbuat dari batu. Beberapa ciri pokok budaya Bacson-Hoabinh ini antara lain: Pembuatan alat kelengkapan hidup manusia yang terbuat dari batu. Batu yang dipakai untuk alat umumnya berasal dari batu kerakal sungai. Alat batu ini telah dikerjakan dengan teknik penyerpihan menyeluruh pada satu atau dua sisi batu. Hasil penyerpihan menunjukkan adanya keragaman bentuk. Ada yang berbentuk lonjong, segi empat, segi tiga dan beberapa diantaranya ada yang berbentuk berpinggang. Pengaruh budaya Hoabihn di Kepulauan Indonesia sebagian besar terdapat di daerah Sumatra. Hal ini lebih dikarenakan letaknya yang lebih dekat dengan tempat asal budaya ini. Situs-situs Hoabihn di Sumatra secara khusus banyak ditemukan di daerah pedalaman pantai Timur Laut Sumatra, tepatnya sekitar 130 km antara Lhokseumawe dan Medan. Sebagian besar alat batu yang ditemukan adalah alat batu kerakal yang diserpih pada satu sisi dengan bentuk lonjong atau bulat telur. Dibandingkan dengan budaya Hoabihn yang sesungguhnya, pembuatan alat batu yang ditemukan di Sumatra ini dibuat dengan teknologi lebih sederhana.
Ditinjau dari segi perekonomiannya, pendukung budaya Hoabihn lebih menekankan pada aktivitas perburuan dan mengumpulkan makanan di daerah sekitar pantai.
C.   Kebudayaan Dongson
1.      Sejarah Awal Kebudayaan Dongson
Kebudayaan Đông Sơn adalah kebudayaan zaman Perunggu yang berkembang di Lembah Sông Hồng, Vietnam. Kebudayaan ini juga berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM.
Kebudayaan Dongson ini berawal dari evolusi kebudayaan Austronesia. Asal usulnya sendiri telah dicar adalah bangsa Yue-tche yang merupakan orang-orang barbar yang muncul di barat daya China sekitar abad ke-8 SM. Kebudayaan Dongson secara keseluruhan dapat dinyatakan sebagai hasil karya kelompok bangsa Austronesia yang terutama menetap di pesisir Annam, yang berkembang antara abad ke-5 hingga abad ke-2 Sebelum Masehi. Kebudayaan ini sendiri mengambil nama situs Dongson di Tanh hoa.
Pengaruh China yang berkembang pesat juga ikut memengaruhi Kebudayaan Dongson terlebih lebih adanya ekspansi penjajahan China yang mulai turun ke perbatasan-perbatasan Tonkin. Hal ini dilihat dari motif-motif hiasan Dongson memberikan model benda-benda perunggu China pada masa kerajaan-kerajaan Pendekar. Itulah sumber utama seni Dongson yang berkembang sampai penjajahan Dinasti Han yang merebut Tonkin pada tahun 111 SM. 
Kebudayaan Dongson merupakan kebudayaan perunggu yang ada di Asia Tenggara. Daerah ini merupakan pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Di daerah ini ditemukan segala macam alat-alat perunggu, alat-alat dari besi serta kuburan dari masa itu. Daerah ini merupakan tempat penyelidikan yang pertama. Diperkirakan kebudayaan ini berlangsung pada tahun 1500 SM-500 SM. Bertempat di kawasan Sungai Ma, Vietnam.
Kebudayaan Dongson diambil dari salah satu nama daerah di Tonkin. Kebudayaan perunggu di Asia Tenggara biasa dinamakan kebudayaan Dongson. Di daerah ini ditemukan bermacam-macam alat yang dibuat dari perunggu. Di daerah Tonkin itulah kebudayaan perunggu berasal. 
Pengolahan logam menunjukkan taraf kehidupan yang semakin maju, sudah ada pembagian kerja yang baik, masyarakatnya sudah teratur. Teknik peleburan logam merupakan teknik yang tinggi. Pendukung kebudayaan ini adalah bangsa Austronesia, juga pendukung kapak persegi.
Pembuatan benda-benda perunggu di daerah Vietnam Utara dimulai sekitar tahun 2500 SM dan dihubungkan dengan tahap-tahap budaya Dongson dan Go Mun. Daerah Vietnam memiliki bukti paling awal tentang pembuatan perunggu di Asia Tenggara. Kebudayaan ini dibawa oleh masyarakat dari Dongson. Pengetahuan mengenai perkembangan kebudayaan logam ini mulai banyak dikenal setelah Payot mengadakan penggalian di sebuah kuburan Dongson (Vietnam) pada tahun 1924. Namun perlu diketahui bahwa benda-benda perunggu yang telah ada sebelum tahun 500 SM terdiri atas kapak corong (corong merupakan pangkal yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya) dan ujung tombak, sabit bercorong, ujung tombak bertangkai, mata panah dan benda-benda kecil lainnya seperti pisau, kail, gelang dan lain-lain.
2.      Perkembangan Kebudayaan Dongson ke Indonesia
Kebudayaan Dongson mulai berkembang di Indochina pada masa peralihan dari periode Mesolitik dan Neolitik yang kemudian periode Megalitik. Pengaruh kebudayaan Dongson ini juga berkembang menuju Indonesia yang kemudian dikenal sebagai masa kebudayaan Perunggu sekitar 1000 SM sampai 1 SM.
Penemuan benda-benda dari kebudayaan Dongson sangat penting karena benda-benda logam yang ditemukan di wilayah Indonesia umumnya bercorak Dong Son, dan bukan mendapat pengaruh budaya logam dari India maupun Cina. Budaya perunggu bergaya Dongson tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan kepulauan Indonesia. Hal ini terlihat dari kesamaan corak hiasan dan bahan-bahan yang dipergunakannya. Misalnya nekara, menunjukkan pengaruh yang sangat kuat. Nekara dari tipe Heger 1 memiliki kesamaan dengan nekara yang paling bagus dan tertua di Vietnam. Benda-benda perunggu lainnya yang berhasil ditemukan di daerah Dongson serta beberapa kuburan seperti daerah Vie Khe, Lang Cha, Lang Var. Satu nekara yang ditemukan yang besar berisi 96 mata bajak perunggu bercorang. Dari penemuan itu terdapat alat-alat dari  besi, meskipun jumlahnya sangat sedikit. Dari penemuan benda-benda budaya Dongson itu, diketahui cara pembuatannya dengan menggunakan teknik cetak lilin hilang yaitu dengan membuat bentuk benda dari lilin, kemudian lilin itu di balut dengan tanah liat dan dibakar hingga terdapat lubang pada tanah liat tersebut.
Budaya Dongson sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan budaya perunggu di Indonesia. Bahkan tidak kurang dari 56 nekara yang berhasil ditemukan di beberapa wilayah Indonesia dan terbanyak nekara ditemukan di Sumatera, Jawa, Maluku Selatan. Nekara yang penting ditemukan di wilayah Indonesia dari pulau Sangeang dekat Sumbawa yang berisi hiasan gambar orang yang menyerupai pakaian dinasti Han. Hiasan seperti itu diperkirakan belum dikenal oleh penduduk pulau tempat nekara tersebut ditemukan. Heine Goldem meneliti nekara yang ditemukan dan menyatakan bahwa nekara yang ditemukan di daerah Sangeang diperkirakan diceak di daerah funan yang telah terpengaruh oleh budaya india pada 250 SM. Pengamatan menarik dari Berner Kempres menunjukkan bahwa semua nekara yang ditemukan di Bali memliki 4 patung katak pada bagian pukulnya. Selain itu pola-pola hiasan nekara tersebut tidak begitu terpadu antara gambar satu dengan yang lainnya. Berners kempers memberikan gambaran cara nekara tipe heger I di cetak secara utuh. Awalnya lembaran lilin ditempelkan pada inti tanah liat (menyerupai bentuk nekara dan berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu di hias dengan cap-cap dari tanah liat atau batu yang berpola hias perahu dan iring-iringan manusia. Untuk menambah hiasan yang lebih naturalistik, seperti gambar rumah, lembaran lilin tadi langsung ditambah goresan gambar yang dikehendakinya. Kemudian lembaran lilin yang telah di hias itu ditutup dengan tanah liat yang barfungsi sebagai cetakan bagian luar, setelah terlebih dahulu diberi paku-paku penjaga jarak. Setelah itu di bakar dan lilin meleleh keluar rongga yang di tinggalkan lilin tersebut diisi dengan cairan logam. Selain nekara, di wilayah Indonesia juga ditemukan benda-benda perunggu lainnya seperti patung-patung, peralatan rumah tangga, peralatan bertani maupun perhiasan-perhiasan.
3.      Kesenian Kebudayaan Dongson
Benda-benda arkeologi dari Dongson sangat beraneka ragam, karena mendapat berbagai macam pengaruh dan aliran. Hal tersebut nampak dari artefak-artefak kehidupan sehari-hari ataupun peralatan bersifat ritual yang sangat rumit sekali. Perunggu adalah bahan pilihan. Benda-benda seperti kapak dengan selongsong, ujung tombak, pisau belati, mata bajak, topangan berkaki tiga dengan bentuk yang kaya dan indah. Kemudian gerabah dan jambangan rumah tangga, mata timbangan dan kepala pemintal benang, perhiasan-perhiasan termasuk gelang dari tulang dan kerang, manik-manik dari kaca dan lain-lain. Semua benda tersebut atau hampir semuanya diberi hiasan. Bentuk geometri merupakan ciri dasar dari kesenian ini diantaranya berupa jalinan arsir-arsir, segitiga dan spiral yang tepinya dihiasi garis-garis yang bersinggungan.
Karya yang terkenal adalah nekara besar diantaranya nekara Ngoc-lu yang kini disimpan di Museum Hanoi, serta patung-patung perunggu yang sering ditemukan di makam-makam pada tahapan terakhir masa Dongson.
4.      Agama dan Kepercayaan Kebudayaan Dongson
Dari motif-motif yang dijumpai pada nekara yang sering disebut-sebut sebagai nekara hujan, ditampilkan dukun-dukun atau syaman-syaman yang kadang-kadang menyamar sebagai binatang bertanduk, menunjukkan pengaruh China atau lebih jauhnya pengaruh masyarakat kawasan stepa. Jika bentuk ini disimbolkan sebagai perburuan, maka ada lagi simbol yang menunujukkan kegiatan pertanian yakni mataharidan katak (simbol air). Sebenarnya, nekara ini sendiri dikaitkan dengan siklus pertanian. Dengan mengandalkan pengaruh ghaibnya, nekara ini ditabuh untuk menimbulkan bunyi petir yang berkaitan dengan datangnya hujan.
Pada nekara-nekara tersebut, yang seringkali disimpan di dalam makam terlihat motif perahu yang dipenuhi orang yang berpakaian dan bertutup kepala dari bulu burung. Hal tersebut boleh jadi menggambarkan arwah orang yang sudah mati yang berlayar menuju surga yang terletak di suatu tempat di kaki langit sebelah timur lautan luas. Pada masyarakat lampau, jiwa sering disamakan dengan burung dan mungkin sejak periode itu hingga sekarang masih dilakukan kaum syaman yang pada masa kebudayaan Dongson merupakan pendeta-pendeta menyamar seperti burung agar dapat terbang ke kerajaan orang-orang mati untuk mendapatkan pengetahuan mengenai masa depan.
5.      Peninggalan Kebudayaan Dongson
a)      Nekara Perunggu
Nekara adalah benda yang terbuat dari perunggu berbentuk seperti dandang yang terlungkup atau semacam kerumbung yang berpinggang pada bagian tengah nya dan bagian atasnya tertutup. Di bagian dinding nekar terdapat berrbagai hiasan, seperti garis-garis lurusa dan bengkok, pilin-pilin, bintang, rumah, perahu, dan pemandangan-pemandangan seperti lukisan orang berburu dan orang-orang yang sedang melakukan upacara tari. Nekara perunggu banyak di temukan di Bali, Pulau Sengean dekat Sumba, Pulau Selayar, Sumatra, Roti, Leti, Alor (Nusa Tebggara Timur), dan Kepulauan Kei. Bentuk nekara di Indonesia Timur umumnya lebih besar di bandingkan nekara yang di temukan di Indonesia Barat, seperti Jawa dan Sumatra. Orang Alor menyebut jenis nekara yang lebih kecil ukuran nya dengan nama Moko. Menurut penelitian nekara hanya digunakan pada saat upacara-upacara ritual.
b)      Bejana Perunggu
Bejana perunggu berbentuk seperti periuk tetapi Langsing dan Gepeng. Bejana di temukan di Kerinci (Sumatra Barat) dan Madura. Keduanya memiliki hiasan ukiran yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar geometri dan pilin-pilin mirip huruf “j”. Bejana yang di temukan di madura terdapat pula gambar merak dan rusa dalam Kotak Segi Tiga. Tidak diketahui secara pasti fungsi benda ini.
c)      Arca Perunggu
Bentuk arca (patung) beraneka ragam, seperti menggambarkan orang sedang menari, naik kuda, dan memegang busur panah. Daerah-daerah tempat penemuan arca seperti di daerah Bangkina (Riau), Lumajang, Bogor dan Palembang.
d)     Kapak Corong
Kapak sepatu atau kapak corong adalah kapak yang terbuat dari perunggu yang bagian atas nya berbentuk corong. Kapak corong di sebut juga kapak sepatu karena bagian bentuk corong nya dipakai untuk tempat tangkai kayu yang bentuknya menyiku seperti bentuk kaki. Kapak corong banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar, dan Daerah sekitar Danau Sentani, Papua.
Jenis kapak corong bermacam-macam. Ada yang kecil dan bersahaja, ada yang besar dan memakai hiasan, ada yang pendek lebar, ada yang bulat, dan ada yang panjang suatu sisinya. Kapak corong yang panjang suatu sisinya di sebut candras. Tidak semua kapak tersebut di gunakan sebagai perkakas, tetapi ada juga yang di gunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara.
e)      Perhiasan Perunggu
Perhiasan perunggu, antara lain berbentuk gelang, kalung, anting-anting, dan cinin. Pada umumnya, barang-barang perhiasan tersebut tidak diberi hiasan ukiran. Peninggalan ini banyak di temukan, antara lain di Anyer (Banten), Plawangan dekat Rembang (Jawa Tengah), Gilimanuk (Bali), dan Malelo (Sumba).




BAB III
KESIMPULAN

Dari perntaan di atas dapat disimpulkan bahwa stilah Bacson-Hoabinh pertama kali dipergunakan pada tahun 1920-an oleh seorang arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani. Kebudayaan Bacson-Hoabinh berada di dua tempat yaitu di Bacson dan di Pegunungan Hoabinh yang keduanya merupakan nama tempat yang ada di Tonkin Indocina (Vietnam). Kebudayaan ini berkembang pada masa Holosen yaitu pada zaman Mesolitikum. Ciri khas alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran ± 1 kepalan dan seringkali seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam. Penyebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh ke Indonesia bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia. Di wilayah Indonesia, alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh dapat ditemukan pada daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua. Alat-alat peninggalan kebudayaan Bacson-Hoabinh tersebut berupa kapak genggam, kapak dari tulang dan tanduk, flakes dan kjokkenmoddinger.
Kebudayaan Dongson berkembang pertama kali di Lembah Sungai Song Hong atau Sungai Ma, Vietnam. Diperkirakan kebudayaan ini berlangsung pada tahun 1500 SM-500 SM. Kebudayaan Dongson berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM. Dongson merupakan pusat pertama kalinya kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Budaya perunggu bergaya Dongson tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan kepulauan Indonesia. Hal ini terlihat dari kesamaan corak hiasan dan bahan-bahan yang dipergunakannya. Alat-alat peninggalan kebudayaan Dongsong berupa nekara, bejana perunggu, arca perunggu, kapak corong, dan perhiasan perunggu.



DAFTAR PUSTAKA

Harimanto. Targiyatmi, Eko. 2011. Sejarah 1 Pembelajaran Sejarah Kontekstual Untuk Kelas X SMA dan MA. Jatra Graphics: Solo.
Woodcutter, Budhi. 2012. Perkembangan Kebudayaan Bacson Hoabinh dan Kebudayaan Dongson Terhadap Peradaban Masyarakay Indonesia, [Online]. Tersedia:  http://budhiwoodcutter.blogspot.com. [10 Februari 2015]
Ono, Puji. 2013. Kebudayaan Bacson Hoabinh dan Kebudayaan Dongson, [Online]. Tersedia: http://historyedu12.blogspot.com. [10 Februari 2015]
Redondo, Muhammad Rio. Peradaban Awal Masyarakat di Dunia dan Pengaruhnya di Indonesia, [Online]. Tersedia: http://mrr10.blogspot.com. [10 Februari 2015]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar